Kec. Pulokulon
Kab. Grobogan - Jawa Tengah
Hari ini | : | 31 |
Kemarin | : | 4 |
Total | : | 29.855 |
Sistem Operasi | : | Unknown Platform |
IP Address | : | 3.237.15.145 |
Browser | : | Tidak ditemukan |
Identitas
Desa
Aparatur
Desa
Ruang
Lapor
Nama Desa | : | Panunggalan |
Kode Desa | : | 3315062007 |
Kecamatan | : | Pulokulon |
Kode Kecamatan | : | 331506 |
Kabupaten | : | Grobogan |
Kode Kabupaten | : | 3315 |
Provinsi | : | Jawa Tengah |
Kode Provinsi | : | 33 |
Kode Pos | : | 58181 |
MOCH. PUJIYANTO
AHMAD MUNTHOHAR
NGADNAN
NGADENAN
YAHMAN
SRI WAHYUNI
NUR FAIZIN, S.Pd
SYAMSUL HUDA MUH, S.Kom
SIGIT DWI CAHYONO, S.Pt
BAMBANG TRI MULYANTO
MUNAWAN
TRI CAHYADI
SITI KALIFATUN MUNAFIAH
PUJI SLAMET, S.Pd
085226177743
Drivepanunggalan@gmail.com
Layanan Pengaduan
Jl. Raya Danyang-Kuwu Panunggalan No. 263, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan - Provinsi Jawa Tengah
SITI KALIFATUN MUNAFIAH | 23 Juli 2024 | 44 Kali dibuka
SITI KALIFATUN MUNAFIAH
23 Juli 2024
44 Kali dibuka
Dikutip dari Wikipedia, Petilasan adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa (kata dasar "telas" atau bekas) yang menunjuk pada suatu tempat yang pernah disinggahi atau didiami oleh seseorang (yang penting). Tempat yang layak disebut petilasan biasanya adalah tempat tinggal, tempat beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, tempat pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau—terkait dengan legenda—tempat moksa.
Nah, wilayah Dusun Krajan tepatnya di Jeding terdapat Petilasan yang dipercaya oleh masyarakat sekitar Petilan dari seorang tokoh yang bernama Eyang Sosrokusumo. Ada beberapa versi tentang siapakah Eyang Sosrokusumo tersebut. Disini penulis menyampaikan hasil penelusan yang didapat beserta sumber dan data.
Biografi Eyang Sosrokusumo
Eyang Sosrokusumo bergelar Raden Tumenggung Sosrokusumo I merupakan putra ketujuh dari Bupati Grobogan, Jawa Tengah yaitu Raden Tumenggung Sosronegoro yang menjabat pada periode tahun 1815–1840 M (Nadzifah & Nurcholis, 2022). Dikutip dari https://id.rodovid.org/wk/Orang:895001 Raden Tumenggung Sosronegoro mempunyai putra sebanyak 30 (tiga puluh) orang, antara lain: Raden Tumenggung Sosrodiningrat I (putra I), Reden Tumenggung Sosrokoesoemo I (putra VII) danRaden Tumenggung Sosrodirjo (putra ke XXIII).
Tanggal lahir dari Raden Tumenggung Sosrokusumo I hingga kini belum diketahui secara pasti dikarenakan belum adanya sumber yang menyebutkan dan dapat dijadikan sebagai bukti terkait dimana tempat serta tanggal lahir dari Raden Tumenggung Sosrokusumo I (Badriah, 2022).
Raden Tumenggung Sosrokusumo I juga disebut Kanjeng Jimat dalam (Kiptiyah, 2021) menyebutkan bahwa istilah yang digunakan dan dinobatkan untuk bupati pertama dari masing-masing wilayah, namum istilah Kanjeng Jimat memang ada di beberapa daerah namun tidak semua bupati pertama disebut Kanjeng Jimat. Kanjeng Jimat merupakan Kerata Basa dalam Bahasa Jawa yang memiliki makna Siji Dirumat diartikan sebagai seseorang yang keberadaannya dikeramatkan serta dihormati oleh masyarakat dari daerah tersebut dan Kanjeng Jimat pada umumnya ialah seseorang yang disegani baik oleh para penguasa dan masyarakat pada kala itu.
Raden Tumenggung Sosrokusumo I memiliki garis keturunan dari Kerajaan Bima yaitu Karaeng Naba atau masyarakat Jawa mengenal sebagai sebutan Datuk Sulaiman (Badriah, 2022). Asal-usul dari Karaeng Naba menurut (Nadzifah & Nurcholis, 2022) menjelaskan bahwa Karaeng Naba pergi menuju Jawa pada tahun 1601 yang bertujuan untuk membantu Karaeng Galesung dalam perlawanan terhadap VOC. Karaeng Naba merupakan pasukan atau tentara Gupernemen yang kemudian pada tahun 1612 diangkat sebagai Mayor karena performa dan dedikasinya yang baik. Setelah Karaeng Naba berumur ia memutuskan untuk keluar dari kompeni dan merubah identitasnya dengan sebutan Kyai Datuk Sulaiman.
Setelah perubahan tersebut, beliau memutuskan bertapa di Gunung Negeri yang berada di Hutan Grobogan dan termasuk dalam daerah kekuasaan dari Panembahan Madiun dan memilih untuk meninggalkan Mataram. Namun akhirnya beliau diusir dari Panembahan Madiun karena terdapat ramalan yang menyebutkan keturunan Karaeng Naba akan menggeser keturunan Panembahan Madiun pada akhir zaman. Pasca diusir beliau memutuskan untuk berpindah ke Sukuh yang berada di kaki Gunung Lawu dan dilanjutkan berpindah ke Tanah Sukowati tepatnya di Desa Dalangan.
TONTON PENUTUTAN SEJARAWAN DSRI NGANJUK JAWA TIMUR
Keberadaan Karaeng Naba di Tanah Sukowati memikat hati putri dari Wiroyudho yang kemudian dikaruniai empat orang anak yang salah satunya ialah Nyai Honggoyudo yang merupakan nenek dari Raden Tumenggung Sosrokusumo I. Nyai Honggoyudo kemudian memiliki empat orang anak yang mana salah satunya ialah Raden Tumenggung Sosronegoro yang merupakan ayah dari RT. Sosrokusumo dan RT. Sosronegoro
Eyang Sosrokusumo menjadi Bupati Berbek (Cikal Bakal Kabupaten Nganjuk)
Pada tanggal 13 Februari 1755 M terdapat sebuah perjanjian yang dilakukan oleh pihak Mataram Islam dengan Belanda yang dikenal dengan Perjanjian Giyanti serta sebagai tanda mulai memudarnya Kerajaan Mataram, dimana dalam perjanjian tersebut berisi pemecahan wilayah Mataram menjadi dua bagian yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Keraton Surakarta (Nadzifah & Nurcholis, 2022). Saat R.T Sosrokusumo menginjak dewasa beliau diangkat dari pihak Sultan Yogyakarta untuk menjadi seorang Bupati di daerah Bang Wetan. R.T Sosrokusumo kemudian menikahi putri dari Hamengkubuwono I dari istri garwa ampeyan bernama Bendoro Mas Ayu Retno Wati yaitu Raden Nganten Sosrowiguno (Badriah, 2022). Menurut Prodjowibowo (1978) menyebutkan bahwa R.T Sosrokusumo juga memiliki isti dari Pangeran Singosari yang bernama Raden Nganten Tluki dan dari istri-istrinya R.T Sosrokusumo memiliki 15 orang anak (Badriah, 2022).
Latar Belakang R.T Sosrokusumo
Peran R.T Sosrokusumo dalam proses islamisasi di Nganjuk dipengaruhi dari cara kepemimpinan yang beliau terapkan pada masa pemerintahannya, dimana sebagai pemimpin beliau dikenal sebagai orang yang arif bijaksana dan religius serta menggunakan pendekatan kultural-sosiologis dalam upaya dakwah yang dilakukan di Nganjuk. R.T Sosrokusumo dalam upaya melakukan interaksi kepada masyarakat menggunakan penyerapan dan adaptasi serta transformasi dari unsur budaya yang sudah ada sejak masa pra Islam dengan unsur budaya Islam yang kemudian hal tersebut menyebabkan kontinuitas dan diskontinuitas dalam budaya (Enda et al., 2022).
Sebelum menjabat sebagai Bupati, R.T Sosrokusumo merupakan salah satu Panglima Perang dari Pangeran Diponegoro saat melakukan pemberontakan kepada Belanda dan banyak tokoh agama yang terlibat dalam pertempuran tersebut yang diantaranya RT. Sosrokusumo, Kyai Sentot Alibasya, Kyai Mojo, Raden Bagus Singlon, Raden Ronggowarsito, Joyo Mustopo, Joyo Prawiro, serta kurang lebih 15 pangeran dari keraton dan dibantu dukungan dari pihak Kesultanan Yogyakarta, para ulama serta tokoh agama, dan juga masyarakat (Nadzifah & Nurcholis, 2022).
Pada upaya pemberontakan tersebut, RT. Sosrokusumo dan beberapa ulama ditangkap oleh pasukan Belanda pada 10 Desember 1826 dan pada akhirnya tahun 1828 RT. Sosrokusumo dibebaskan namun untuk Sri Susuhunan Pakubuwono VI kembali diasingkan di wilayah Semarang. Akibat peran dan dedikasi yang diberikan oleh RT. Sosrokusumo akhirnya beliau diangkat untuk memimpin di wilayah Monconegoro Wetan untuk menjadi Bupati di Berbek (Nadzifah & Nurcholis, 2022).
Awal kedatangan dan proses islamisasi R.T Sosrokusumo
Awal kedatangan ke wilayah Berbek beliau ditemani dengan 4 pengikutnya dengan melakukan penyamaran agar tidak dicurigai oleh pihak Belanda dan bertugas sebagai Adipati di daerah Monconegoro Wetan yang meliputi daerah Berbek, Nganjuk, Kertosono, dan Godean.
Kedatangan RT. Sosrokusumo disambut oleh Pangeran Singosari yang merupakan utusan dari Kesultanan Surakarta untuk mengawasi daerah tersebut. Karena wilayah Berbek masuk wilayah administrasi Belanda, sehingga dalam melaksanakan tugas dan kewajiban RT. Sosrokusumo sebagai pemimpin harus berhati-hati (Nadzifah & Nurcholis, 2022).
Secara de jure kepemimpinan RT. Sosrokusumo dimulai tahun 1830 M yang ditandai dengan Perjanjian Sepreh. Perjanjian tersebut merupakan konsekuensi yang harus dilakukan pasca Perang Jawa pada 1825–1830 yang dilakukan oleh Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dan juga dari pihak Belanda yang isinya mengenai perubahan kekuasaan pemerintahan yang awalnya berbentuk Kadipaten kemudian berganti menjadi pemerintahan dengan Kolonial Belanda sebagai penguasanya (Badriah, 2022).
Dakwah yang dilakukan oleh RT. Sosrokusumo didukung oleh situasi pada masa itu yang mana pengaruh kekuasaan Majapahit mulai runtuh yang mana hal tersebut dimanfaatkan oleh RT. Sosrokusumo untuk menyebarkan ajaran agama Islam yang mana masyarakat pada saat itu mulai kehilangan identitas dan karena hal tersebut semakin lama banyak masyrakat yang memeluk agama Islam (Nadzifah & Nurcholis, 2022). Akibat banyaknya masyarakat yang mulai memeluk agama Islam kemudian RT. Sosrokusumo memabangun sebuah Masjid yang sampai saat ini masih berdiri kokoh di daerah Desa Kacangan, Berbek yang diberi nama Masjid Yoni Al-Mubarok.
Bukti Peninggalan Raden Tumenggung Sosrokusumo I
1. Masjid Yoni Al-Mubarok
Bukti peninggalan yang paling mencolok adalah keberadaan Masjid Yoni Al-Mubarok yang dilihat dari candrasengkala yang menyebutkan angka 1745 tahun jawa yang berbunyi Adeging Masjid Ing Negeri Toya Mirah dengan sangkalan Toto Catur Pandito Hamadani yang dikonversi dalam tahun masehi menyebutkan tahun 1818 masehi (Badriah, 2022).
Masjid Yoni Al-Mubarok terletak pada sebelah barat dari pusat alun-alun Kota Brebek pada masa tersebut (buka map). Keunikan yang dimiliki masjid tersebut adalah akulturasi dari kebudayaan Cina, Jawa, dan kebudayaan klasik dari Hindu dan Budha yang dapat dilihat dari bentuk atap, mimbar, dan bagian lainnya.
2. Beduk
Bedug yang berada pada Masjid Yoni Al-Mubarok terbuat dari kayu jati yang diukir tanpa nagel atau paku, terdapat empat tiang penyangga yang dimana pada penyangga bagian depan terdapat tulisan menggunakan huruf arab pegon yang bertuliskan “Puniko Pelajer Beduk ing Tuyo Mirah Sinengkalan Ratu Pandito Roso Tunggal” yang memiliki arti tiang penyangga bedug di Tuyo Mirah atau Berbek tahun Candra Sengkalan Ratu Pandito Rasa Tunggal (Kiptiyah, 2021)
3. Bencet atau Yoni
Peninggalan lain dari Raden Tumenggung Sosrokusumo I adalah bencet atau yoni yang terdapat di bagian depan Masjid Yoni Al-Mubarok yang diperkirakan pada masa tersebut difungsikan sebagai penunjuk waktu sholat yang berdasar dari arah cahaya matahari yang mana sebelum kedatangan Islam di Berbek benda tersebut dipercaya sebagai sesembahan masyarakat Berbek. Kegunaan dari bencet adalah penunjuk waktu sebelum adanya jam dengan bantuan atau berdasar dari sinar matahari, sehingga alat tradisional tersebut dapat berfungsi optimal pada waktu 07.00 hingga 17.00 dengan kondisi langit yang cerah yang hanya bisa digunakan untuk melihat waktu sholat Dhuhur dan Ashar (Nadzifah & Nurcholis, 2022).
Pada awalnya bencet yang berada di Masjid Yoni Al-Mubarok berada di depan masjid, namun karena adanya renovasi dan pembangunan yang dilakukan untuk mempercantik dan memperindah bangunan masjid dengan tidak menghilangkan keunikan dan ciri khas yang dimiliki Masjid Yoni Al-Mubarok menjadikan posisi dari bencet tersebut berada di dalam masjid tepatnya berada di serambi masjid dengan dikelilingi pagar besi.
4. Ungkal
Ungkal yang memiliki cerita dan kisahnya sendiri hingga diberi julukan atau sebutan sebagai ungkal ajaib yang mana sebenarnya benda tersebut adalah batu biasa yang diberikan oleh Raden Tumenggung Sosrokusumo I kepada tukang pada saat pembangunan masjid sebagai pengganti ungkal milik tukang yang tertinggal dan pada satu waktu ungkal tersebut ingin diambil oleh orang dengan cara digergaji namun gagal bahkan hingga meninggal dunia dan bekas gergaji masih ada hingga sekarang (Kiptiyah, 2021).
5. Mimbar
Benda lainnya yang termasuk peninggalan dari Raden Tumenggung Sosrokusumo I ialah gentong yang sekarang dapat dilihat di depan pintu masuk Makam Raden Tumenggung Sosrokusumo I yang dulunya berada di utara alun-alun berbek dan sekarang difungsikan sebagai tempat wudhu sebelum memasuki wilayah makam.
Kontributor : Mng. Nur Faizin Dwijo Adiprojo
sumber :
SILSIAH:
https://panunggalan.my.id/assets/../desa/upload/media/SEJARAH%2BSILSILAH%20SOSRO%20JEDING-2.jpg
https://panunggalan.my.id/assets/../desa/upload/media/SILSILAH%20WIRO%20BARIS%202024.jpg
MOCH. PUJIYANTO
AHMAD MUNTHOHAR
NGADNAN
NGADENAN
YAHMAN
SRI WAHYUNI
NUR FAIZIN, S.Pd
SYAMSUL HUDA MUH, S.Kom
SIGIT DWI CAHYONO, S.Pt
BAMBANG TRI MULYANTO
MUNAWAN
TRI CAHYADI
SITI KALIFATUN MUNAFIAH
PUJI SLAMET, S.Pd
Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah
27 Juli 2024
Akhirnya Bisa Berziarah Ke Makam Mbah Sosrokusumo...
23 Juli 2024
Telisik Petilasan Eyang Sosrokusumo di Jeding Krajan...
20 Juli 2024
Cara Supaya Anak Cepat Tinggi dalam Waktu Cepat Menurut Ahli Gizi...
20 Juli 2024
8 Nutrisi Penting untuk Tumbuh Kembang Anak Sehat...
10 Juni 2024
Kades Panunggalan Terima SK Perpanjangan Masa Jabatan...
Hari ini | : | 31 |
Kemarin | : | 4 |
Total | : | 29.855 |
Sistem Operasi | : | Unknown Platform |
IP Address | : | 3.237.15.145 |
Browser | : | Tidak ditemukan |
Bagus sekali...
Top pokoke panunggalan ...
Cek DATA Anda pada DPS/DPT Pemilu Tahun 2024 Hasil Penetapan Oleh KPU Kabupaten/Kota dengan cara KLiK Link dibawah ini:
CEK DATA PEMILIH PEMILU 2024
Anggaran | Realisasi |
Rp 350.000.000,00 | Rp 0,00 |
Anggaran | Realisasi |
Rp 350.000.000,00 | Rp 0,00 |
Latitude | : | -7.128751173086256 |
Longitude | : | 111.07157886028291 |
Desa Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan - Jawa Tengah
Abdul Rosid
26 Desember 2022 01:12:53
Bagus sekali...